Friday, May 23, 2014

Manajemen Aset dan Liabilitas


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam akuntansi perbankan kita mengenal neraca bank. Neraca tersebut terdiri dari dua sisi, yaitu sisi pasiva yang menujukan posisi sumber dana dan sisi lainnya yaitu sisi aktiva yang menunjukan sisi penggunaan dana.
Dalam kesempatan ini kita akan membahas tentang pengelolaan aktiva dan pasiva bank, yang dimulai dengan penjelasan mengenai Aset dan Liabilitas Management (ALMA), ALMA frame work, risiko-risiko di bidang ALMA, pengelolaan likiuiditas, pengelolaan kesenjangan (gap), pengelolaan valuta asing (valas), penetapan harga (pricing) serta pengelolaan pendapatan dan penempatan dana (earning and investement).
Selain kita membahas tentang ALAMA, kita juga akan mengaplikasikan terhadap bank syari’ah. Karena pada awalnya ALAMA merupakan ekonomi bank konvensional.
Semoga setelah pembahasan ini kita bisa mengerti dan memahami garis besar manajemen bank yang diterapkan pada pengelolaan aset dan liabilitas.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengeloalaan kedua sisi neraca, baik pasiva maupun aktiva harus baik agara dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Pengelolaan tersebut biasa di sebut dalam istilah perbankan dengan Manajemen Aset dan Liabilitas atau lebih dikenal dengan ALMA (Asset and Liability Managemnt), yaitu suatu usaha untuk mengoptimumkan stuktur neraca bank sedemikian rupa agar diperoleh laba yang maksimal dan sekaligus membatasi risiko menjadi sekecil mungkin, khususnya di luar kredit.[1]
Di dalam ALMA terdapat kategori risiko-risiko, yaitu sebagai berikut:
I.            Risiko dibidang kredit atau pembiayaan
Debitur yang tidak memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya. Dalam bank syari’ah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi.[2]
Risiko terkait produk mencakupi antara lain risiko kebangkrutan (deafault risk) yang sering terjadi pada first way out[3], risiko jaminan (recovery risk) yang sering terjadi pada second way out[4], risiko bisnis yang dibiayai (business risk), risiko berkurangnya nilai pembiayaan mudharabah/musyarokah (shingkring risk), risiko karakter buruk mudhorib (character risk).
Risiko terkait pembiayaan korporasi, kompleksitas dan volume pembiayaan korporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko yang terkait dengan produk. Oleh karena itu, analisis-analisnya harus lebih konprehensif. Analisis tersebut meliputi: analisis sales cost, profit, and liabilities dan analisis cas flow.[5]
II.            Risiko dibidang Likuiditas
Bank yang tidak bisa membayar kewajibannya sesuai pada waktunya. Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syari’ah juga menghadapi resiko likuiditas seperti berikut:
a)      Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya perbankan syari’ah.
b)      Turunnya kepercayaan nasabah pada bank syari’ah yang bersangkutan.
c)      Ketergantungan kepada sekelompok deposan[6]
d)     Dalam mudhorobah kontrak, memungkinkan nasabah untuk menarik dananya setiap saat, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
e)      Mismatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang.
f)       Keterbatasan instrumen keuangan untuk solusi likuditas.
g)      Bagi hasil antar bank kurang menarik.
III.            Risiko dibidang tingkat suku bunga
Risiko tingkat suku bunga adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari fluktuasi[7] tingkat bunga. Walaupun bank syari’ah tidak menetapkan sistem bunga, namun bank syari’ah tidak akan terlepas dari risiko tingkat suku bunga. Ini terjadi kerena tidak seluruh nasabah yang ada dalam jangkauan bank syari’ah loyal penuh terhadap syari’ah, sehingga masih ada yang memakai sebagian konvensional.
IV.            Risiko dibidang nilai tukar valuta asing (foreign exchange risk)
Risiko ini adalah suatu konsekwensi sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Meskipun  aktivitas tresuri syari’ah tidak terpengaruh risiko kurs secara langsung karena adanya syarat tidak boleh melakukan transaksi yang bersifat spekulasi, tetapi bank syari’ah tidak akan terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing.
V.            Risiko dibidang kontinjen
Kontinjensi atau lebih dikenal sebagai transaksi yang mengandung syarat yang paling banyak ditemukan dalam kegiatan bank sehari hari.
Yang dimaksud dengan ALMA framework adalah:[8]
a)      Adanya penetapan kebijakan dan strategi ALMA oleh organisasi yang memiliki kewenangan formal dan personel yang profesional
b)      Adanya tujuan/ arah bagi manajemen dan petugas pelaksana dalam proses pelaksanaan tugas dengan cara menetapkan standar-standar tertentu
c)      Adanya pengumpulan data internal/ eksternal yang dapat menjamin bahwa data yang terkumpul tersebut sudah cukup untuk menunjang keputusan ALMA, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang
d)     Adanya analisis yang mengembangkan skenario untuk menguji berbagai alternatif strategi ALMA sebelum keputusan diambil serta petugas yang mamantau efektivitas pelaksanaan keputusan tersebut;
e)      Adanya manajemen likuiditas yang mampu mengelola dana dengan baik pada suatu tingkat bunga yang wajar, agar dapat memenuhi setiap kewajiban dan memanfaatkan kesempatan baru;
f)       Adanya manajemen gap yang bertujuan untuk memaksimumkan pendapatan dan memperkecil risiko, yang dihubungkan dengan besarnya gap (mismatch karena maturity atau sifat-sifat re-pricing);
g)      Adanya manajemen valuta asing yang mengelola besarnya gap tiap-tiap mata uang dan daftar mata uang yang tercantum dalam batas-batas risiko teertentu.
h)      Adanya manajemen pricing yang menjamin bahwa strategi penetapan tingkat bunga dapat menunjang proses pelaksanaan manajemen gap, likuiditas dan manajemen valuta asing untuk memaksimalkan pendapatan.
Fungsi fungsi yang ada di dalam ALMA:
I.            Manajemen likuiditas
Manajemen Likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajiban-kewajibannya maupun yang telah dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat.[9]
Pengelolaan likuiditas ditujukan untuk mengatasi masalah risiko likuiditas. Walaupun tidak mengatasi masalah secara tuntas, tetapi dengan manjemen likuiditas ini bisa memperkecil risikonya yang disebabkan oleh kekurangan dana, sehingga untuk memenuhi kewajibannya bank tidak perlu harus mencari dana dengan suku bunga yang tinggi dipasar uang atau bank dengan terpaksa menjual asetnya dengan kerugian yang ralativ besar. Apa bila ini terjadi, akan membuat berkuranngnya kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut.
Dalam mengelola likuiditas tersebut dituntut untuk melakukan beberapa pekerjaan seperti berkut:[10]
a)      Kemampuan untuk memprediksi kebutuhan dana di waktu mendatang.
b)      Mencari sumber-sumber dana untuk mencukupi uang yang dibutuhkan.
c)      Melakukan penata usahaan dana atau arus dana masuk dan keluar.
Beberapa alat ukur likuiditas:
a)      Statutory Reserve Requirement, yang dikenal dengan Giro Wajib Minimum. Ini dugunakan untuk pengukuran jangka pendek.
b)      Basic Surplus, yakni pengukuran besarnya likuiditas pada suatu keadaan tertentu. Yang dihitung dengan rumus basic surplus = aktiva lancar – aktiva tetap. Ini digunakan untuk pengukuran jankga pendek
c)      Rasio Likuiditas, yakni untuk mengukur proyeksi kebutuhan likuiditas bank setelah menghitungkan perkembangan usaha yang diinginkan dalam periode tertentu. ini merupakan alat ukur jangka panjang.
d)     Indeks Likuiditas, alat ini digunakan untuk menghitung dengan jangka waktu yang lebih panjang pada suatu saat tertentu.
e)      Loan to Deposit Ratio, adalah merupakan perbandingan jumlah pinjaman yang diberikan dengan simpanan mansyarakat. Ini merupakan alat ukur jangka panjang.
Strategi manajemen likuiditas akan sangat terkait dengan tujuan penggunaan likuiditas. Namun dalam menerapakan strategi manajemen likuiditas sangat tergantung pada skill manager likuiditas yang ada, keandalan dari Management Information System yang dimiliki, serta mempertimbangkan kondisi likuiditas pasar dan kebutuhan likuiditas bank baik jangka pendek maupun jangka panjang.
II.            Manajemen gap
Manajemen gap adalah upaya untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan (gap) antara aset dan liabilitas pada suatu periode yang sama, meliputi kesenjangan dalam jumlah dana, suku bunga, saat jatuh tempo, atau perpaduan antara ketiganya. Atau dengan kata lain adalah upaya untuk mengatasi perbedaan (mismatch) antara aset yang sensitif terhadap bunga (RSA[11]) dan pasiva yang sensitif terhadap bunga (RSL[12]).
Dalam neraca bank hampir selalu terjadi ketidakseimbangan antara pasiva dan aktiva. Sehingga memerlukan manajemen di bidang pendanaan maupun penmpatannya. Oleh karena itu manajemen gap bertujuan untuk:
a)      Menghindari kerugian akibat dari gejolak tingkat bunga.
b)      Mengusahakan pendapatan yang maksimal dalam batas risiko tertentu.
c)      Menunjang kebutuhan manajemen likuiditas.
d)     Mengelola risko serendah mungkin.
e)      Menyusun struktur neraca yang dapat meningkatkan kinerja dengan tingkat suku bunga yang wajar.
Pengukuran besarnya gap antara sisi aktiva dengan sisi pasiva diukur dengan menggunakan Iterest maturity ladder”, yaitu berupa tabel yang disusun dari aset dan liabilitas yang dikelompokan menurut  periode peninjauan  bungannya.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam penataan manajemen gap, yaitu:
a)      Jangka waktu (maturity). Adanya perbedaan jangka waktu dari masing-masing komponen aset dan liabiltas akan dapat berakibat berubahnya posisi dana maupun penempatannya serta berubahnya pendapatannya maupun pembiayaannya.
b)      Reprecing, yaitu lamanya jangka waktu penetapan suku bunga kompenen aset/ pinjaman dan komponen liabilitas/simpanan, baik sebelum jatuh tempo maupun sesudahnya.
c)      Interest Rate, yaitu besarnya tingkat suku bunga atau harga yang ditetapkan atau akan ditetapkan untuk sisi aset maupun liabilitas.
d)     Acceleration of Change, yaitu kecepatan penyesuaian yang dapat dilakukan terhadap aset maupun liabilitas bila terjadi perubahan tingkat suku bunga sehingga posisinya masih tetap menguntungkan.
Besarnya gap akan menentukan besarnya potensi keuntungan atau kerugian karena perubahan tingkat bunga. Oleh karena itu, dalam menentukan strategi gap senantiasa mempertimbangkan rasio yang dihadapi yakni dengan menetapkan target/limit risiko pada tingkat tertentu yang dapat diterima.
III.            Manajemen valuta asing
Manajemen valuta asing adalah suatu kegiatan membeli atau menjual mata uang suatu negara. Hal ini terjadi karena sebagai dampak dari kemajuan teknologi di bidang komunikasi, seperti telp, internet dan lainnya, maka, pasarnya menjadi semakin luas melewati batas negara dan benua. Karena hal itu harus ada pertukaran mata uang antar negara melalui jaringan komunikasi antar bank.
Secara garis besar tindakan manajemen valas dapat berupa:[13]
a)      Pengendalian kesenjangan mata uang asing (foreign currency mismatch), yang meliputi rekayasa portofolio masing-masing mata uang, mengendalikan ambang batas posisi terbuka vales, memonitor arus transaksi devisa, pemusatan dan monitoring devisa, menetapkan kebijakan dan penggunakan devisa, dan melakukan forecasting nilai tukar.
b)      Pengendalian keuntungan netto dari nilai tukar, yang meliputi penetapan break even exchange rate, mengendalikan speread, elakukan cut loss, dan membatasi eksposur.
Untuk mengendalikan posisi valas diperlukan bebagai instrumen pasar valas, antara lain:[14]
a)      Instumen Valas
                           i.            Transaksi SPOT
Adalah transaksi valas secara tunai dimana penyerahan valutanya dilakukan 2 hari kerja setelah tanggal transaksi dengan nilai tukar yang telah disepakati sebelumnya.
                         ii.            Transaksi FORWARD
Adalah transaksi valas secara berjangka di mana penerahan valutanya dilakukan pada suatu tanggal tertentu dikemudian hari, dengan nilai tukar yang telah disepakati pada tanggal terjadinya transaksi tersebut.
                       iii.            Transaksi SWAP
Adalah pertukaran dua valuta asing yang berbeda melalui penjualan secara tunai dan pembelian kembali secara berjangka atau transaksi valas yang simultan antara transaksi SPOT dan transaksi FORWARD atau sebaliknya.
b)      Instrumen Pasar Uang
                             i.            Penempatan antar bank
Adalah penempatan dana lebih pada bank lain yang memerlukan untuk sesuatu dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk memeperoleh pendapatan yang lebih banyak selagi kelebihan dana tersebut belum dimanfaatkan.
                           ii.            Pinjaman antar bank
Adalah peminjam dana pada bank lain untuk keperluan menutup kekurangan dana valas atau untuk mendapatkan sumber dana valas yang lebih murah.
                         iii.            Instrumen pasar uang
·         Foreign exchange loan dan deposit
·         Call dan notice loan dan deposit
·         Repo/reverse repos
·         Bankers acceptance
·         Comercial papper
·         Treasury bills
c)      Securities
Adalah transaksi membeli atau menjual surat surat berharga yang dapat dingosiasiakan untuk mendapatkan laba dari perbedaan tingkat bunga/kurs.
            Valas dapat diperjual belikan perorangan, perusahaan maupun bank-bank untuk membiayai impor atau menukarkan valas hasil ekspor ke mata uang lainnya. Para investor melakukan jual beli valas untuk membiayai operasi perusahaan di luar negri dan megirim kembali keuntungan yang telah didapat ke dalam negri asal mereka.
            Walaupun dalam syari’ah uang hanya sebagai alat tukar namun, valas tidak bisa dihindari dalam bank sayri’ah. Nilai tukar mata uang juga berpengaruh terhadap sistem bank syari’ah tersebut.
IV.            Manajemen pricing
Manajemen pricing adalah suatu kegiatan manajemen untuk menentukan tingkat suku bunga dari produk-produk yang ditawarkan bank, baik disisi aset maupun libilitas. Tujuan utama dari manajemen pricing adalah untuk mendukung strategi dan taktis ALAMA bank dalam mencapai tujuan operasional lainnyadan mencapai tujuan penghasilan bank.
Penetapan tingkat suku bunga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokan menjadi berikut:
a.       Kelompok pinjaman
b.      Kelompok simpanan
Meskipun bank syariah tidak berurusan dengan tingkat suku bunga, namun bagi Indonesia yang menerapkan dual banking system resiko ini akan berpengaruh secara tidak langsung yaitu pada pricing, mengingat nasabah yang dijangkau oleh bank syariah bukan saja nasabah-nasabah yang loyal secara penuh terhadap syariah, tetapi juga nasabah-nasabah yang akan menempatkan dananya ke tempat-tempat yang akan memberikan keuntungan maksimal baginya tanpa memperhitungkan halal atau haramnya
Pricing pada perbankan syariah yang berhubungan dengan resiko suku bunga[15] :
a.       Profit Murabahah tidak dapat ditingkatkan seiring dengan meningkatnya suku bunga.
b.      Harga komoditi (salam) ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat kontrak/akad ditandatangani.
c.       Ijarah ditetapkan diawal tetapi dapat dinegoisasikan kembali di kemudian hari jika kondisi ini telah ditetapkan sebelumnya didalam kontrak/akad.
d.      Rasio bagi hasil (Mudharabah & Musyarakah) ditetapkan diawal namun dapat dinegoisasikan kembali dikemudian hari jika nasabah (Counterparty) setuju.
e.       Pricing Bank Konvensional akan mempengaruhi pricing di perbankan syariah


BAB III
PENUTUP 
Kesimpulan:
1.ALMA adalah suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank.
2.Tugas utama ALMA adalah memaksimumkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup.
3.Setiap usaha bank pada umumnya dihadapkan pada risiko-risiko Financing Risk (Credit risk), Liquidity risk, Pricing risk, Foreign exhange risk, Gap risk, Kontinjen risk.
4.Fungsi alama antara lain adalah manajemen likuiditas, manajemen gap, manajemen valuta asing dan manajemen pricing.
5.Tidak semua manajemen aset dan likuiditas bisa diaplikasikan pada bank syari’ah, tetapi juga bank syari’ah tidak bisa lepas dari fungsi fungsi tersebut.

[1] Suhardono dan Kuncoro, Mudrajad. 2002.” Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi”. Yogyakarta. BPFE. Hal 276
[2] Karim,Adiwanman A. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”.
[3] First way out: sumber pembayaran berasal dari kelayakan usaha dan berdasarkan cash flow perusahaan.
[4] Second way out: Adanya jaminan aktiva yang likuid dan marketable sebagai kontra garansi.
Bank memperoleh dana dari masyarakat, kemudian menyalurkan kepada yang memerlukan
[5] Karim,Adiwanman A. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”.hal 269
[6] Deposan: penyimpan uang di bank secara deposito: -- boleh mengambil bunga uang yg didepositokan setiap bulan
[7] Fluktuasi: ketidaktetapan atau guncangan, sebagai contoh terhadap harga barang dan sebagainya, atas segala hal yang bisa dilihat di dalam sebuah grafik.
[8] Suhardono, Mudrajad Kuncoro. 2002.” Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi”. Yogyakarta. BPFE. Hal 277
[9] Ibid, hal 279
[10] Ibid, Hal 279
[11] Rate Sensitive Asset, adalah aktiva berbunga yang bungannya dapat berubah setiap saat.
[12] Rate Sensitive Liabilities, adalah pasiva berbunga yang bungannya dapat berubah setiap saat.
[13]Ibid, Hal 295
[14] Ibid, hal 295-297
[15] http://khamim7.files.wordpress.com/2011/06/manajemen-risiko-makalah-konsep.docx. Diambil pada 03/03/2014

No comments:

Post a Comment