BAB I
PENDAHULUAN
Dalam akuntansi perbankan kita mengenal neraca bank. Neraca
tersebut terdiri dari dua sisi, yaitu sisi pasiva yang menujukan posisi sumber
dana dan sisi lainnya yaitu sisi aktiva yang menunjukan sisi penggunaan dana.
Dalam kesempatan ini kita akan membahas tentang pengelolaan aktiva
dan pasiva bank, yang dimulai dengan penjelasan mengenai Aset dan Liabilitas
Management (ALMA), ALMA frame work, risiko-risiko di bidang ALMA, pengelolaan
likiuiditas, pengelolaan kesenjangan (gap), pengelolaan valuta asing (valas),
penetapan harga (pricing) serta pengelolaan pendapatan dan penempatan dana
(earning and investement).
Selain kita membahas tentang ALAMA, kita juga akan mengaplikasikan
terhadap bank syari’ah. Karena pada awalnya ALAMA merupakan ekonomi bank
konvensional.
Semoga setelah pembahasan ini kita bisa mengerti dan memahami garis
besar manajemen bank yang diterapkan pada pengelolaan aset dan liabilitas.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengeloalaan kedua sisi neraca, baik pasiva maupun aktiva harus
baik agara dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Pengelolaan tersebut
biasa di sebut dalam istilah perbankan dengan Manajemen Aset dan Liabilitas
atau lebih dikenal dengan ALMA (Asset and Liability Managemnt), yaitu
suatu usaha untuk mengoptimumkan stuktur neraca bank sedemikian rupa agar
diperoleh laba yang maksimal dan sekaligus membatasi risiko menjadi sekecil
mungkin, khususnya di luar kredit.[1]
Di dalam ALMA terdapat kategori risiko-risiko, yaitu sebagai
berikut:
I.
Risiko
dibidang kredit atau pembiayaan
Debitur yang tidak memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya. Dalam
bank syari’ah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko
terkait pembiayaan korporasi.[2]
Risiko terkait produk mencakupi antara lain risiko kebangkrutan (deafault
risk) yang sering terjadi pada first way out[3],
risiko jaminan (recovery risk) yang sering terjadi pada second way
out[4],
risiko bisnis yang dibiayai (business risk), risiko berkurangnya nilai
pembiayaan mudharabah/musyarokah (shingkring risk), risiko karakter
buruk mudhorib (character risk).
Risiko terkait pembiayaan korporasi, kompleksitas dan volume
pembiayaan korporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko yang terkait
dengan produk. Oleh karena itu, analisis-analisnya harus lebih konprehensif.
Analisis tersebut meliputi: analisis sales cost, profit, and liabilities
dan analisis cas flow.[5]
II.
Risiko
dibidang Likuiditas
Bank yang tidak bisa membayar kewajibannya sesuai pada waktunya.
Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syari’ah juga menghadapi resiko
likuiditas seperti berikut:
a)
Turunnya
kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya perbankan syari’ah.
b)
Turunnya
kepercayaan nasabah pada bank syari’ah yang bersangkutan.
c)
Ketergantungan
kepada sekelompok deposan[6]
d)
Dalam
mudhorobah kontrak, memungkinkan nasabah untuk menarik dananya setiap saat,
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
e)
Mismatching
antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang.
f)
Keterbatasan
instrumen keuangan untuk solusi likuditas.
g)
Bagi
hasil antar bank kurang menarik.
III.
Risiko
dibidang tingkat suku bunga
Risiko tingkat suku bunga adalah risiko yang timbul sebagai akibat
dari fluktuasi[7]
tingkat bunga. Walaupun bank syari’ah tidak menetapkan sistem bunga, namun bank
syari’ah tidak akan terlepas dari risiko tingkat suku bunga. Ini terjadi kerena
tidak seluruh nasabah yang ada dalam jangkauan bank syari’ah loyal penuh
terhadap syari’ah, sehingga masih ada yang memakai sebagian konvensional.
IV.
Risiko
dibidang nilai tukar valuta asing (foreign exchange risk)
Risiko ini adalah suatu konsekwensi sehubungan dengan pergerakan
atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Meskipun aktivitas tresuri syari’ah tidak terpengaruh
risiko kurs secara langsung karena adanya syarat tidak boleh melakukan
transaksi yang bersifat spekulasi, tetapi bank syari’ah tidak akan terlepas
dari adanya posisi dalam valuta asing.
V.
Risiko
dibidang kontinjen
Kontinjensi atau lebih dikenal sebagai transaksi yang mengandung
syarat yang paling banyak ditemukan dalam kegiatan bank sehari hari.
Yang dimaksud dengan ALMA framework adalah:[8]
a)
Adanya
penetapan kebijakan dan strategi ALMA oleh organisasi yang memiliki
kewenangan formal dan personel yang profesional
b)
Adanya
tujuan/ arah bagi manajemen dan petugas pelaksana dalam proses
pelaksanaan tugas dengan cara menetapkan standar-standar tertentu
c)
Adanya
pengumpulan data internal/ eksternal yang dapat menjamin bahwa data yang
terkumpul tersebut sudah cukup untuk menunjang keputusan ALMA, baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang
d)
Adanya
analisis yang mengembangkan skenario untuk menguji berbagai alternatif
strategi ALMA sebelum keputusan diambil serta petugas yang mamantau efektivitas
pelaksanaan keputusan tersebut;
e)
Adanya
manajemen likuiditas yang mampu mengelola dana dengan baik pada suatu
tingkat bunga yang wajar, agar dapat memenuhi setiap kewajiban dan memanfaatkan
kesempatan baru;
f)
Adanya
manajemen gap yang bertujuan untuk memaksimumkan pendapatan dan
memperkecil risiko, yang dihubungkan dengan besarnya gap (mismatch karena
maturity atau sifat-sifat re-pricing);
g)
Adanya
manajemen valuta asing yang mengelola besarnya gap tiap-tiap mata uang
dan daftar mata uang yang tercantum dalam batas-batas risiko teertentu.
h)
Adanya
manajemen pricing yang menjamin bahwa strategi penetapan tingkat bunga
dapat menunjang proses pelaksanaan manajemen gap, likuiditas dan manajemen
valuta asing untuk memaksimalkan pendapatan.
Fungsi
fungsi yang ada di dalam ALMA:
I.
Manajemen
likuiditas
Manajemen Likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam
menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajiban-kewajibannya maupun
yang telah dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat.[9]
Pengelolaan likuiditas ditujukan untuk mengatasi masalah risiko
likuiditas. Walaupun tidak mengatasi masalah secara tuntas, tetapi dengan
manjemen likuiditas ini bisa memperkecil risikonya yang disebabkan oleh
kekurangan dana, sehingga untuk memenuhi kewajibannya bank tidak perlu harus
mencari dana dengan suku bunga yang tinggi dipasar uang atau bank dengan
terpaksa menjual asetnya dengan kerugian yang ralativ besar. Apa bila ini
terjadi, akan membuat berkuranngnya kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut.
Dalam mengelola likuiditas tersebut dituntut untuk melakukan
beberapa pekerjaan seperti berkut:[10]
a)
Kemampuan
untuk memprediksi kebutuhan dana di waktu mendatang.
b)
Mencari
sumber-sumber dana untuk mencukupi uang yang dibutuhkan.
c)
Melakukan
penata usahaan dana atau arus dana masuk dan keluar.
Beberapa alat
ukur likuiditas:
a)
Statutory
Reserve Requirement, yang dikenal
dengan Giro Wajib Minimum. Ini dugunakan untuk pengukuran jangka pendek.
b)
Basic
Surplus, yakni pengukuran besarnya
likuiditas pada suatu keadaan tertentu. Yang dihitung dengan rumus basic
surplus = aktiva lancar – aktiva tetap. Ini digunakan untuk pengukuran
jankga pendek
c)
Rasio
Likuiditas, yakni untuk mengukur proyeksi
kebutuhan likuiditas bank setelah menghitungkan perkembangan usaha yang
diinginkan dalam periode tertentu. ini merupakan alat ukur jangka panjang.
d)
Indeks
Likuiditas, alat ini digunakan
untuk menghitung dengan jangka waktu yang lebih panjang pada suatu saat
tertentu.
e)
Loan
to Deposit Ratio, adalah
merupakan perbandingan jumlah pinjaman yang diberikan dengan simpanan
mansyarakat. Ini merupakan alat ukur jangka panjang.
Strategi manajemen likuiditas akan sangat terkait dengan tujuan
penggunaan likuiditas. Namun dalam menerapakan strategi manajemen likuiditas
sangat tergantung pada skill manager likuiditas yang ada, keandalan dari Management
Information System yang dimiliki, serta mempertimbangkan kondisi likuiditas
pasar dan kebutuhan likuiditas bank baik jangka pendek maupun jangka panjang.
II.
Manajemen
gap
Manajemen gap adalah upaya untuk mengelola dan mengendalikan
kesenjangan (gap) antara aset dan liabilitas pada suatu periode yang sama,
meliputi kesenjangan dalam jumlah dana, suku bunga, saat jatuh tempo, atau
perpaduan antara ketiganya. Atau dengan kata lain adalah upaya untuk mengatasi
perbedaan (mismatch) antara aset yang sensitif terhadap bunga (RSA[11])
dan pasiva yang sensitif terhadap bunga (RSL[12]).
Dalam neraca bank hampir selalu terjadi ketidakseimbangan antara
pasiva dan aktiva. Sehingga memerlukan manajemen di bidang pendanaan maupun
penmpatannya. Oleh karena itu manajemen gap bertujuan untuk:
a)
Menghindari
kerugian akibat dari gejolak tingkat bunga.
b)
Mengusahakan
pendapatan yang maksimal dalam batas risiko tertentu.
c)
Menunjang
kebutuhan manajemen likuiditas.
d)
Mengelola
risko serendah mungkin.
e)
Menyusun
struktur neraca yang dapat meningkatkan kinerja dengan tingkat suku bunga yang
wajar.
Pengukuran
besarnya gap antara sisi aktiva dengan sisi pasiva diukur dengan menggunakan Iterest
maturity ladder”, yaitu berupa tabel yang disusun dari aset dan liabilitas
yang dikelompokan menurut periode
peninjauan bungannya.
Beberapa hal
penting yang harus diperhatikan dalam penataan manajemen gap, yaitu:
a)
Jangka
waktu (maturity). Adanya perbedaan jangka waktu dari masing-masing komponen
aset dan liabiltas akan dapat berakibat berubahnya posisi dana maupun
penempatannya serta berubahnya pendapatannya maupun pembiayaannya.
b)
Reprecing,
yaitu lamanya jangka waktu penetapan suku bunga kompenen aset/
pinjaman dan komponen liabilitas/simpanan, baik sebelum jatuh tempo maupun
sesudahnya.
c)
Interest
Rate, yaitu besarnya tingkat suku bunga
atau harga yang ditetapkan atau akan ditetapkan untuk sisi aset maupun
liabilitas.
d)
Acceleration
of Change, yaitu kecepatan penyesuaian yang
dapat dilakukan terhadap aset maupun liabilitas bila terjadi perubahan tingkat
suku bunga sehingga posisinya masih tetap menguntungkan.
Besarnya gap
akan menentukan besarnya potensi keuntungan atau kerugian karena perubahan
tingkat bunga. Oleh karena itu, dalam menentukan strategi gap senantiasa
mempertimbangkan rasio yang dihadapi yakni dengan menetapkan target/limit
risiko pada tingkat tertentu yang dapat diterima.
III.
Manajemen
valuta asing
Manajemen
valuta asing adalah suatu kegiatan membeli atau menjual mata uang suatu negara.
Hal ini terjadi karena sebagai dampak dari kemajuan teknologi di bidang
komunikasi, seperti telp, internet dan lainnya, maka, pasarnya menjadi semakin
luas melewati batas negara dan benua. Karena hal itu harus ada pertukaran mata
uang antar negara melalui jaringan komunikasi antar bank.
Secara garis
besar tindakan manajemen valas dapat berupa:[13]
a)
Pengendalian
kesenjangan mata uang asing (foreign currency mismatch), yang meliputi
rekayasa portofolio masing-masing mata uang, mengendalikan ambang batas posisi
terbuka vales, memonitor arus transaksi devisa, pemusatan dan monitoring
devisa, menetapkan kebijakan dan penggunakan devisa, dan melakukan forecasting
nilai tukar.
b)
Pengendalian
keuntungan netto dari nilai tukar, yang meliputi penetapan break even exchange
rate, mengendalikan speread, elakukan cut loss, dan membatasi eksposur.
Untuk
mengendalikan posisi valas diperlukan bebagai instrumen pasar valas, antara
lain:[14]
a)
Instumen
Valas
i.
Transaksi
SPOT
Adalah transaksi valas secara tunai
dimana penyerahan valutanya dilakukan 2 hari kerja setelah tanggal transaksi
dengan nilai tukar yang telah disepakati sebelumnya.
ii.
Transaksi
FORWARD
Adalah transaksi valas secara
berjangka di mana penerahan valutanya dilakukan pada suatu tanggal tertentu
dikemudian hari, dengan nilai tukar yang telah disepakati pada tanggal
terjadinya transaksi tersebut.
iii.
Transaksi
SWAP
Adalah pertukaran dua valuta asing
yang berbeda melalui penjualan secara tunai dan pembelian kembali secara berjangka
atau transaksi valas yang simultan antara transaksi SPOT dan transaksi FORWARD
atau sebaliknya.
b)
Instrumen
Pasar Uang
i.
Penempatan
antar bank
Adalah penempatan dana lebih pada
bank lain yang memerlukan untuk sesuatu dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya
untuk memeperoleh pendapatan yang lebih banyak selagi kelebihan dana tersebut
belum dimanfaatkan.
ii.
Pinjaman
antar bank
Adalah peminjam dana pada bank lain
untuk keperluan menutup kekurangan dana valas atau untuk mendapatkan sumber
dana valas yang lebih murah.
iii.
Instrumen
pasar uang
·
Foreign
exchange loan dan deposit
·
Call
dan notice loan dan deposit
·
Repo/reverse
repos
·
Bankers
acceptance
·
Comercial
papper
·
Treasury
bills
c)
Securities
Adalah transaksi membeli atau
menjual surat surat berharga yang dapat dingosiasiakan untuk mendapatkan laba
dari perbedaan tingkat bunga/kurs.
Valas dapat
diperjual belikan perorangan, perusahaan maupun bank-bank untuk membiayai impor
atau menukarkan valas hasil ekspor ke mata uang lainnya. Para investor
melakukan jual beli valas untuk membiayai operasi perusahaan di luar negri dan
megirim kembali keuntungan yang telah didapat ke dalam negri asal mereka.
Walaupun dalam syari’ah uang hanya
sebagai alat tukar namun, valas tidak bisa dihindari dalam bank sayri’ah. Nilai
tukar mata uang juga berpengaruh terhadap sistem bank syari’ah tersebut.
IV.
Manajemen
pricing
Manajemen pricing adalah suatu kegiatan manajemen untuk menentukan
tingkat suku bunga dari produk-produk yang ditawarkan bank, baik disisi aset
maupun libilitas. Tujuan utama dari manajemen pricing adalah untuk mendukung
strategi dan taktis ALAMA bank dalam mencapai tujuan operasional lainnyadan
mencapai tujuan penghasilan bank.
Penetapan
tingkat suku bunga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dikelompokan menjadi berikut:
a.
Kelompok
pinjaman
b.
Kelompok
simpanan
Meskipun bank syariah tidak berurusan dengan tingkat suku bunga,
namun bagi Indonesia yang menerapkan dual banking system resiko ini akan
berpengaruh secara tidak langsung yaitu pada pricing, mengingat nasabah yang
dijangkau oleh bank syariah bukan saja nasabah-nasabah yang loyal secara penuh
terhadap syariah, tetapi juga nasabah-nasabah yang akan menempatkan dananya ke
tempat-tempat yang akan memberikan keuntungan maksimal baginya tanpa
memperhitungkan halal atau haramnya
Pricing pada perbankan syariah yang berhubungan dengan resiko suku
bunga[15] :
a.
Profit
Murabahah tidak dapat ditingkatkan seiring dengan meningkatnya suku bunga.
b.
Harga
komoditi (salam) ditetapkan dan dibayar dimuka pada saat kontrak/akad ditandatangani.
c.
Ijarah
ditetapkan diawal tetapi dapat dinegoisasikan kembali di kemudian hari jika
kondisi ini telah ditetapkan sebelumnya didalam kontrak/akad.
d.
Rasio
bagi hasil (Mudharabah & Musyarakah) ditetapkan diawal namun dapat
dinegoisasikan kembali dikemudian hari jika nasabah (Counterparty) setuju.
e.
Pricing
Bank Konvensional akan mempengaruhi pricing di perbankan syariah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.ALMA adalah suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan yang berfungsi sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu
yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank.
2.Tugas utama ALMA adalah memaksimumkan laba, meminimalkan risiko,
dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup.
3.Setiap usaha bank pada umumnya dihadapkan pada risiko-risiko
Financing Risk (Credit risk), Liquidity risk, Pricing risk, Foreign exhange
risk, Gap risk, Kontinjen risk.
4.Fungsi alama antara lain adalah manajemen likuiditas, manajemen
gap, manajemen valuta asing dan manajemen pricing.
5.Tidak semua manajemen aset dan likuiditas bisa diaplikasikan pada
bank syari’ah, tetapi juga bank syari’ah tidak bisa lepas dari fungsi fungsi
tersebut.
[1]
Suhardono dan Kuncoro, Mudrajad. 2002.” Manajemen Perbankan Teori dan
Aplikasi”. Yogyakarta. BPFE. Hal 276
[2] Karim,Adiwanman
A. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”.
[3] First
way out: sumber pembayaran berasal dari kelayakan usaha dan berdasarkan cash
flow perusahaan.
[4] Second
way out: Adanya jaminan aktiva yang likuid dan marketable sebagai kontra
garansi.
Bank memperoleh dana dari masyarakat, kemudian
menyalurkan kepada yang memerlukan
[5] Karim,Adiwanman
A. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”.hal 269
[6] Deposan:
penyimpan uang di bank secara deposito: -- boleh mengambil bunga uang yg
didepositokan setiap bulan
[7] Fluktuasi:
ketidaktetapan atau guncangan, sebagai contoh terhadap harga barang dan
sebagainya, atas segala hal yang bisa dilihat di dalam sebuah grafik.
[8]
Suhardono, Mudrajad Kuncoro. 2002.” Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi”.
Yogyakarta. BPFE. Hal 277
[9] Ibid, hal
279
[10] Ibid, Hal
279
[11] Rate
Sensitive Asset, adalah aktiva berbunga yang bungannya dapat berubah setiap
saat.
[12] Rate
Sensitive Liabilities, adalah pasiva berbunga yang bungannya dapat berubah
setiap saat.
[13]Ibid,
Hal 295
[14] Ibid,
hal 295-297
[15] http://khamim7.files.wordpress.com/2011/06/manajemen-risiko-makalah-konsep.docx.
Diambil pada 03/03/2014
No comments:
Post a Comment