BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa
ini Negara kita banyak sekali permasalahan perekonomian. Apa lagi yang
berkenaan dengan makro ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut belum pernah
terseleasaikan sedikitpu, bahkan semakin lama semakin bertambah masalahnya. Sistem
yang digunakan Negara dalam mengatasi masalah tersebut masih belum efektif dan
masih banyak kekurangannya. Kemiskinan semakin meningkat, pengangguran
dimana-mana, sistem pemerataan yang belum merata, dan masalah kenaikan harga
yang tidak diikuti oleh kemampuan daya beli masyarakat (inflasi).
Mayoritas
penduduk Indonesia adalah Muslim. Seharusnya dengan menggunakan sistem syari’ah
akan dapat mengatasi permasalahn-permasalahan tersebut. Karena Islam didalamnya
terdapat Syari’ah yang bertujuan untuk maslahah atau mencari kebaikan.
Tujian tersebut dikenal sebagai maqoshid Syari’ah. Jika saja maqoshid
syari’ah tersebut dapat di pakai dengan baik dan sebagai acuan
perekonomian, maka masalah perekonomian dalam bidang makro ekonomi dapat
diatasi walaupun tidak tuntas. Karena dihidup ini pasti aka ada selalu masalah,
tinggal bagaimana caranya untuk mengatasi masalah tersebut.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Dari
uraian diatas dapat kita ketahui rumusan masalah yang dihadapi, antara lain:
1. Apa
hubungan derivasi makro ekonomi dengan maqoshid syari’ah?
BAB III
PEMBAHASAN
Sering
kali pencarian penyelesaian permasalahan Makro Ekonomi di Negara kita ini tidak membuahkan hasil.
Yang ada hanyalah menemukan jalan buntu semata. Karena selama ini orang orang hanya memandang permasalahan
Makro Ekonomi dapat diselesaikan dengan system Ekonomi yang ada, atau hanya
menambah sedikit dari system tersebut yang intinya masih dalam system Kapitalis
ataupun sosialis.
Jika
kita cermati dengan seksama, sebenarnya masalah yang dihadapi dalam Makro
Ekonomi itu adalah permasalahan dari system Ekonomi itu sendiri, yaitu sistem
Kapitalis dan Sialis. Yang mana permasalahan utama Makro Ekonomi selalu akan
dihadapi oleh suatu Negara tersebut antara lain adalah:[1]
1.
Masalah
pertumbuhan ekonomi
2.
Masalah
ketidakstabilan kegiatan ekonomi
3.
Masalah
pengangguran
4.
Masalah kenaikan
harga (inflasi)
5.
Masalah neraca
perdagangan dan neraca pembayaran
Jika
kita tinjau dari segi tujuan makro ekonomi dengan tujuan Hukum Syari’ah (maqashid
as Syari’ah) memiliki hubungan yang tampak sebagai derivasi. Karena semua
permasalahan utama yang ada pada Makro ekonomi merupakan tujuan dari Hukum
Syari’ah. Yang mana apa bila Hukum Syari’ah itu di tegakan dengan benar, maka
akan berdampak juga pada Makro ekonomi.
Sebelum
membahas derivasi makro ekonomi dengan maqashid syari’ah, kita ketahui
dahulu tentang maqashid syari’ah. Secara bahasa Maqashid berasal dri
kata qashada, yaqshidu, qashdan, qashidun, yang berarti keinginan yang kuat,
berpegang teguh, dan sengaja. Makna ini
dapat juga diartikan dengan menyengaja atau bermaksud kepada (qashada
ilaihi). Sedangkan syari’ah secara
bahasa menunjukkan kepada tiga
pengertian, yaitu sumber tempat air minum, jalan yang lurus dan terang dan awal
dari pada pelaksanaan suatu pekerjaan. [2]
Sedangkan Yusuf
Al-Qardhawi mendefenisikan maqashid al-alsyari’ah sebagai tujuan yang menjadi target
teks dan hukum-hukum partikular
untuk direalisasikan dalam
kehidupan manusia, baik
berupa perintah, larangan,
dan mubah.[3] Yang
mana pada intinya maqashid Syari’ah tujuannya adalah untuk mencapai
kemaslahantan seluruh umat.
Adapun
tujuan Hukum Syari’ah (maqashid as Syari’ah) antara lain:
1. Hifdzu
ad-din
2. Hifdzu
an-nafs
3. Hifdzu
Nasl
4. Hifdzu
al-mal
5. Hifdzu
al-‘aql
Apa
bila kelima tujuan itu tercapai dengan baik itulah yang dinamakan maslahah. Apapun
itu, yang bisa menyebabkan kita akan tercapainya kelima tujuan maqashid
syari’ah itulah maslahah. Akan tetapi Islam tidak hanya mengatur
tujuannya saja, tetapi yang diatur adalah caranya bagaimana menuju maslahah
tersebut. Semuanya sudah diatur dengan jelas dan lengkap di dalam Islam. Hanya
saja dalam aplikasi penggunaan dalam kehidupan sehari-hari kurang bisa
diterapkan. Itu karena kebanyakan orang pada umumnya belum memahami syari’ah
secara detail, sehingga mereka tidak memperdulikan syari’ah dan hanya mencari
tujuannya saja.
Sedangkan
apa bila kelima hal tersebut di hancurkan dan apa saja yang bisa menghancurkan
hal tersebut, itu yang dinamakan mafsadah. Keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan syari’ah menyebabkan mereka bukannya mendapatkan maslahah
melainkan mendapatkan mafsadah. Seberanya tujuan setiap orang itu pada
intinya sama, yaitu mencari maslahah. Hanya saja jalannya mereka untuk
mencari maslahah itu yang menjadi permasalahan. Jika kita cermati
bersama, apakah ada seorangpun yang tidak ingin hidupnya menjadi yang terbaik.
Itulah maqosid Syari’ah secara
umumnya.
Dalam
keterkaitannya dengan makro ekonomi, maqosid syari’ah sangatlah terhubung. Bahkan makro ekonomi itu
adalah turunan atau salah satu bentuk penerapan maqosid syari’ah tersebut.
Dilihat dari bentuk permasalahan pokok yang sudah di jelaskan diatas tadi. Itu
juga merupakan permasalahan yang harus diselesaikan dengan menggunaakn sistem maqosid
syari’ah.
Adapun
gambaran derivasi antara makro ekonomi dengan maqoshid syari’ah antara
lain:
1. Hifdzu ad-din (agama)
Dalam kehidupan, kita tidak mungkin bisa
terlepas dari pengawasan Sang Pencipta yaitu Allah Swt. Kehidupan apapun yang
kita jalani, walaupun dalam hidup kita semua terpenuhi. Kita tidak boleh sampai
melewatkan hal terpenting dalam maqoshid syari’ah yaitu memelihara
agama. Karena maslahah itu tidak untuk dunia saja, tetapi juga akhirat.
Jika permasalahan makro ekonomi tersebut
belum bisa diseleasaikan, padahal sudah menerapkan seluruh ilmu yang dimiliki.
Tetapi masalah tersebut masih muncul, maka penyelesaian itu menjadi tidak
berarti.
Peran menjaga agama sangat berpengaruh
disini. Dimana permasalahan ekonomi dalam bentuk kemiskinan bisa diatasi
apabila seluruh umat muslim di Negara ini menunaikan zakatnya. Dan pada pejabat
Negara membentengi diri mereka dengan iman, maka permasalahan korupsi, kolusi
dan nepotisme tidak akan terjadi, dimana korupsi, kolusi dan nepotisme sangat
berdampak sekali dengan harga-harga yang ada dipasaran. Sehingga infalsi bisa
ditekan. Kemudian petumbuhan ekonomi bisa berjalan dengan lancar apa bila
peraturan ditegakan.
2. Hifdzu an-nafs (jiwa)
Dalam memelihara jiwa, yang harus
diperhatikan adalah seluruh barang yang di konsumsi atau yang masuk. Seluruhnya
harus baik. Karena jiwa memiliki batasan mana yang baik dan mana yang buruk.
Jika itu buruk, maka harus dijauhi. Seperti makan makanan yang halal dari jenis
makanannya ,cara memperolehnya dan juga etika dalam kehidupan.
Dalam menjalani kehidupan berekonomi,
jiwa haruslah sehat. Jika jiwa tidak sehat, maka tidak mungkin bisa
beraktivitas dengan normal. Jika tidak bisa beraktivitas, maka akan menimbulkan
masalah kepada makro ekonomi seperti pengangguran karena tidak bisa bekerja.
Hal ini juga perlu diperhatikan dalam mengentasi masalah pokok makro ekonomi
tersebut. Jika banyak pengangguran, maka permasalahan ekonomi yang lain akan
bermunculan. Oleh karena itu, kesehatan sangat penting dalam makro ekonomi.
Jika masalah yang ditimbulkan dari tidak
bisanya memelihara jiwa akan menimbulkan pengangguran, maka pengguran itu
sendiri juga menimbulkan masalah yang besar juga. Dari penganguran tersebut
akan berdampak kemiskinan. Karena pengguran pada umumnya tidak memiliki harta
yang cukup, sehingga pengangguran tersebut tidak bisa berkonsumsi dengan baik.
Kemudian akan berdampak kepada menurunya daya beli masyarakat tersebut. Jika
masyarakat tidak mampu membeli barang, maka para pengusaha juga akan kesusahan
dalam menjual barangnya jika orang tidak sanggup membeli. Sehingga timbullah masalah
ketidak stabilan ekonomi.
3. Hifdzu Nasl (keturunan)
Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia
juga dituntut untuk memelihara keturunannya. Dalam menjaga keturunan, manusia
di syari’atkan untuk menikah. Karena dengan menikah, agama seseorang menjadi
sempurna dimata Allah. Selain itu seseorang juga belum matang jika belum
menikah. Dengan menikah, manusia bisa merasakan tanggung jawab untuk memenuhi
kebutuhan keularganya. Berbeda dengan seseorang yang belum menikah yang hanya
bisa menggunakan hartanya tanpa adanya tanggung jawab. Jika sudah menikah, maka
seseorang harus bertanggung jawab akan keluarganya, dan pintu rezeki juga akan
terbuka baginya.
Dari tanggung jawab, manusia akan
dituntut mencari nafkah kepada keluarganya. Sehingga manusia akan berusaha
mencari pekerjaan untuk menafkahi keluarganya. Jika semua orang menyadari
adanya tanggung jawab yang begitu besar baginya setelah menikah, maka dengan
sendirinya dia akan berusaha mencari
nafkah dan masalah pengangguran bisa terkurangi, dan juga kemiskinan. Ini juga
membantu permasalahan makro ekonomi.
4. Hifdzu al-mal (harta)
Derifasi yang paling banyak antara makro
ekonomi dengan maqoshid syari’ah terletak pada pemeliharaan harta. Dalam
memelihara harta harus diperhatikan konsep kepemilikan. Pada hakikatnya,
kepemikian bumi dan alam semesta dengan segala adalah milik Allah.[4]
Sehingga, kedudukan manusia di dunia ini adalah hanya sebagai pemilik
sementara. Dan manusia harus taat kepada pemilik harta tersebut, karena bisa
saja suatu saat harta yang dimiliki bisa diambil oleh pemiliknya jika
pemiliknya berkehendak. Jika harta tersebut di gunakan dan diperoleh secara
illegal, maka akan berakibat kepada eksistensi harta ataupun harta tersebut
akan tidak berarti bagi si pemilik tersebut.
Memelihara harta sangat dianjurkan oleh
Islam. Karena jika seseorang tidak menjaga hartanya dengan baik, maka dia juga
tidak bisa menjaga harta tersebut yang sifatnya milik Allah. Dampak jika tidak
bisa memelihara harta dengan baik juga berpengaruh terhadap makro ekonomi
seperti menimbulkan kemsikinan yang kemudian berakibat menambah permasalahan
ekonomi tidak seimbang. Oleh karena itu dalam menjaga harta, dalam Islam diatur
etika dan moralnya dalam Akhlaq. Jika orang memiliki harta dan juga berakhlaq,
maka dia akan menjaga harta itu dengan benar dengan memperhatikan syari’ahnya.
5. Hifdzu al-‘aql (akal)
Akal
harus di pelihara agar bisa digunakan dengan baik. Karena salah satu perbedaan
antara manusia dengan makhluk hidup yang lain adalah akal. Dengan akal, manusia
bisa berfikir dan membdeakan mana yang baik dan buruk untuknya. Jika akal sudah
rusak, maka hidupnya didunia ini sudah tidak ada bedanya dengan binatang. Oleh
karena itu, Islam sangat menganjurkan untuk memelihara akal. Akal bisa rusak
dengan beberapa hal yang sifatnya negatif seperti minum minuman beralkohol,
bermain game yang berlebihan dan lain sebagainya.
Pada intinya akal harus diasah dan
dikembangkan untuk berfikir dan belajar agar kehidupannya bisa lebih baik. Jika
orang berilmu, maka dia akan berfikir untuk kebaikan dirinya sendiri dan juga
untuk orang lain. Sehingga dia tau apa yang harus dikerjakan dan tidak boleh
dikerjakan. Dari sini kita bisa mengeahui bahwa sanya manusia dituntut untuk
belajar.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَة
Artinya : ”Mencari ilmu
itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR.
Ibnu Abdil Barr)
Ini berarti, manusia dituntut untuk
belajar dan dituntut untuk bisa hidup lebih baik. Karena tanpa ilmu, manusia tidak
mungkin bisa hidup dengan baik. Dan maslahah tidak mungkin tercapai. Dan tujuan dari maqoshid
sayri’ah seluruhnya tidak akan tercapai. Karena maqoshid syari’ah
ini adalah sebagian dari ilmu ushul fiqh yang mana didalamnya banyak
kaidah atau cara-cara dalam menata kehidupan lebih baik.
Dari memelihara akal, manusia bisa
berfikir untuk memcahkan permasalahn yang ada dalam makro ekonomi. Karena banyak
sekali teori yang menerangkan dengan baik untuk diterapkan pada permasalahan
makro ekonomi. Seperti hukum permintaan dan penawaran, pendapatan diposabel dan
lain-lain.
Kelima
pokok maqosid syari’ah tersebut pada dasarnya saling berkaitan antara
satu sama lain. Sehingga tidak mungkin tercapai maslahah jika salah satu
dari lima pokok itu terpenuhi. Jadi tidak bisa memilih salah satu saja dari
kelima pokok itu untuk mengatasi masala yang ada pada makro ekonomi, melainkan
semuanya.
Penerapan
maqoshid syari’ah harus diterapkan secara keseluruhan, tidak hanya salah
satu saja. Sehingga, jika penerapan maqoshi syari’ah diterapkan secara
keseluruhan akan berdampak pada segi lainnya. Seperti sosial, pendidikan, dan
lain-lain. Jadi kita bisa menggunakan landasan maqoshid syari’ah untuk
semua permasalahan yang ada. Karena sumber maqoshid syari’ah adalah Al-Qur’an dan Hadist Nabi.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa makro ekonomi merupakan
derivasi dari maqoshid syari’ah. Yang mana disetiap tujuan dari maqoshid
syari’ah terdapat hubungan yang mempengaruhi pada setiap masalah makro
ekonomi. Justru masalah makro ekonomi itulah yang merupakan tujuan dari maqoshid
syar’ah.
Referensi:
Prof. Dr. H. S. Praja, Juhaya, MA.
Ekonomi Syari’ah. Pustaka Setia. Bandung. 2012 .
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori
Pengantar Edisi Ketiga. Rajawali Press. Jakarta. 2012
Wibowo, Arif. ISLAMIC FINANCE – 04 Maqoshid Asy
Syariah: The Ultimate Objective of Syariah. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Arif%20Wibowo,%20MEI/ISLAMIC%20FINANCE%2004%20-%20Maqashid%20Asy%20Syariah.pdf
diakses pada 10 Desember 2014
[1]
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Rajawali
Press. Jakarta. 2012
[2]
Wibowo, Arif. ISLAMIC FINANCE – 04 Maqoshid Asy Syariah: The Ultimate
Objective of Syariah. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Arif%20Wibowo,%20MEI/ISLAMIC%20FINANCE%2004%20-%20Maqashid%20Asy%20Syariah.pdf
diakses pada 10 Desember 2014
[3]
Ibid. hal 1
[4]
Prof. Dr. H. S. Praja, Juhaya, MA. Ekonomi Syari’ah. Pustaka Setia.
Bandung. 2012 . hal 90